Jangan takut mati, takutilah jika kamu takut mati

Jangan takut mati, takutilah, jika takut mati

Salam sejahtera.

Marilah kita membuat timbangan atau parameter untuk menimbang atau mengikur kita sendiri..

Ahiri sudahlah kita dalam menimbang, manilai, mengukur dan menyimpulkan orang lain.

Mulailah mengukur dan menimbang diri kita sendiri sebagai bekal kembalinya kita mengahadap dzat pencipta kita sendiri.

Sebenarnya kita punya angan angan akan umur kita bukan? Setiap orang berbeda beda.. biasanya 70 sd 100 thn dalam menafsir umur kita selama di dunia.
Lantas umur kita sekarang sudah berapa? Bukankah sudah sebentar lagi? Lantas lekaslah kita mencari bekal untuk kembali kepangkuannya, salah satunya dengan ngelmu, pinemu, tingkah laku, dan perbuatan.

Apakah kita takut mati? Apakah kita siap mati sekarang?
Tentunya sebagian besar tidak siap untuk kembali sekarang. Dengan alasan yang berbeda beda sesuai egonya masing masing. Dan kira kira segitulah ngelmu kita atau bekal kita yang selama ini kita cari.

Semakin iklas dan pasrah akan waktu kematian kita sendiri.. semakin tinggi pula ngelmu yang kita punya.
Semakin kita takut dalam menghadapi waktu kematian, semakin sedikit juga ngelmu dan bekal kita dalam menjemput ajal.

Setidaknya kita sadar akan seberapa besar ngelmu dan bekal kita sekarang. Sama halnya dengan megukur ngelmu kita, dengan timbangan diatas. Semakin kita siap, berarti semakin tinggi ngelmu kita..
Tapi bila rasa masih berat, mulailah mencari ngelmu sebanyak banyaknya sebagai bekal kita menyebrang ke alam berikutnya (modiar, bongko, mati, sedo, wafat, mennggal dunia dst. ).

Sungguh berat bukan, meninggalkan orang orang yang kita sayangi, meninggalkan tanggung jawab, meninggalkan semuanya yang kita miliki sekarang.. ?
Kira kira segitulah ngelmu kita.

Ciri ciri orang ber ngelmu adalah orang siap akan datangnya kematian, siap dalam hal ini berarti, kita sudah tahu waktunya, sudah tau jalannya, sudah tau tujuannya, dan sudah punya bekalnya..

Parameter disini sangat menjadi hal yang pokok dan penting ketika kita sedang mencari ngelmu, dimana kita sudah merasa bisa, merasa lebih dari pada yang lainnya, merasa segala galanya.. tapi kita malah justru masih takut ketika mau menyebrang kematian. Sudah sangat jelas, tolak ukurnya sudah sangat jelas, kedalaman ngelmu kita sudah sangat jelas, dan kesungguh sungguhan kita sudah sangat jelas.. orang yang sadar akan hal itu menandakan orang yang berngelmu tinggi, tidak sombong, merasa bukan siapa siapa, dan hanya terfokus pada tauhan kita.

Jadi mulailah mengukur diri sendiri, sudahi mengukur menilai orang lain, mencaci dan memaki orang lain, menyimpulkan orang lain, tapi lupa mengukur diri sendiri itu tandanya hidup kita terbelenggu nafsu angkara murka..

Sudah banyak postingan mengenai mengendalikan nafsu kita, jika kita sudah sadar akan kematian, mulailah mempelajarinya dan melakukannya dengan sungguh sungguh, tidak hanya sebagai bahan pemikiran tanpa adanya praktek langsung.. sangat mustahil belajar ngelmu tapi tidak dipraktikan.

Laku prihatin, mawas diri, topo ngrame.. sidakep manengker ngrasuk jroning kalbu. Sujud kanti iklas ngarsanipun gusti pangeran.

Sebagai contoh:
Kita mampu menahan diri kita untuk tidak makan tidak minum selama waktu yang lama.. itu bukan karena kita ampuh atau digdaya, bukan karena, bantuan jin atau setan.. melainkan kita sudah bisa mengendalikan hawa dari nafsu kita dan selalu tersambung hati kita dengan sang pencipta alam seisinya yaitu tuhan kita yang maha kuasa..

Jika baru 3 jam 4 jam saja kita sudah tidak bisa mengontrol diri kita. Itu tandanya kita masih terbelenggu nafsu angkara murka yang menjauhkan kita dari tuhan sang pencipta kita..

Lantas apakah lingkungan dan didikan itu mempengaruhi dalam kita melakukan tirakat?
Sama sekali tidak berpengaruh. Kalau kita beralasan tidak kuat karena kurang terbiasa atau faktor didikan yang kurang keras., itu hanya ego kita masing masing yang masih tinggi dan belum bisa mengontrolnya. Semua orang itu sama entah didikan atau kebiasaan, yang namnya tidak makan dan tidak minum itu berat.. sama sama merasakan lapar, sama lemas. Tapi yang membedakan adalah keiklasan dan niat kita.
Semakin kita iklas dan sadar akan kematian maka akan semakin kuat kita dalam berpuasa/ rialat. Mengakui kelemahan tanpa menutupinya dengan sejuta alasan . Itu adalah sebagai contoh paling mudah kalau diri kita sedang menimbangnya. Jika kita masih punya timbangan atas diri kita, itu suatu tanda baik kalau kita sedang berusaha untuk lebih baik.

Ngelmu iku kalakone kanti laku..
Ngelmu hanya bisa dipelajari dengan tindakan nyata, (rialat, puasa, dst..)
Tidak cuma dipikirkan atau dihafalkan...

Ketika kita menjelang ajal, kita pikir, akal, pikiran, dan otak kita masih bekerja? Kita pikir, kita tetap masih bisa mengingat ngelmu itu semuanya? Tentu saja tidak berfungsi lagi.. jangankan ngelmu, nama kita sendiri saja kita tidak mengingatnya, apalgi sampai mengenal tuhan kita.  itu alasan kenapa ngelmu itu hanya bisa tercapai denga perbuatan nyata.

Lebih baik mati dalam keadaan berialat/ berpuasa/ beribadah

Dari pada berngelmu tinggi tapi mati dalam keadaan tidak bisa mengingat apa apa.

Dar kalimat diatas sudah sangat jelas menuntun kita bahwasannya ketika kita mati besok, posisi kita harus sedang beribadah menyembah tuhan kita. Tdak ada cara lain dan jalan lain. Untuk orang yang sudah awas. (Bisa solat, dan tahu tuhannya).
Dia akan paham waktunya dia akan mati, karena dia berkomunikasi dengan tuhan. 40 hari sebelum dia mati, dia akan melepaskan semua ikatan keduniawian yang berkaitan dengan jasmani kita. Tidak makan, tidak minum, tidak bekerja, tidak melakukan apa apa selain berdiam diri dan selalu menyembah tuhannya. Karena dia sadar, ketika sedang menghadap ajal, semuanya akan menghilang,  ingatannya akan hilang, ngelmunya akan hilang bersama raganya..
Kok bisa ngelmu hilang?
Sama halnya agama, orang jawa menyebutnya agama itu, ageman atau baju yang berguna untuk raga kita.. sudah sangat jelas semua yang berkaitan dengan raga maka musnah. Karena yang berpulang ke hadapan tuhan itu hanya aku sejati.
Sebenarnya ketika kita berpuasa itu sedang melatih aku sejati untuk mengenal tuhannya..
Aku sejati sudah pernah admin bahas, silahkan cari di beranda blog.

Ketika ngelmu kita tidak pernah di terapkan maka yang terjadi adalah ngelmu itu hanya berguna bagi raga kita, hanya menjadi ageman kita sama halnya agama. Lantas ngelmu itu harus segera dilaksanakan dengan sebaik baiknya.. dengan cara puasa rialat dst.. dengan tujuan mengenalkan aku sejati kepada tuhannya.. supaya pas ajal dia tidak lupa akan tujuannya..

Jika ngelmu hanya dipikirkan tanpa diterapkan apa yang terjadi?
Tidak mampu mengingatkan kepada aku sejatj, karena hanya berguna bagi raganya..
Merasakan sakit yang luar biasa karena belum siap meninggalkan semua yang dimilikinya.. contohnya mati dalam keadaan sakit parah, atau keblangsat.
Orang yang sudah berngelmu linuweh matinya tidak dalam keadaan sakit (kacintran). Karena dia sudah tau waktunya.. yang menyebabkan dia sudah mengambil ancang ancang sebelum 40 hari menjelang ajal, dia sudah mulai melepaskan semua yang berhubungan dengan raganya.. 

Untuk lebih mendalam tentang 40 hari menjelang kematian. Nanti ada postingan yang membahasnya lebih dalam.

Semoga dengan tulisan ini, menyadarkan kita untuk sering sering menimbang dan mengukur seberapa dekat kita dengan tuhan kita, waktu yang sudah semakin terbatas membuat kita tidak bisa bermalas malasan lagi.. segera bertindak dan mulai melangkah ke atas.

Salam sejahtera.
Salam cah angon.

Comments

Popular posts from this blog

Perbedaan Siro dan ingsun

Angon Angen Lumantar Angin

Perjalanan Mencapai MOKSA